Beranda | Artikel
Tanggapan Terhadap Tulisan Seorang Ustadz -hafizohullah-
Sabtu, 12 Maret 2011

Alhamdulillah, segala puji kita panjatkan kepada Allah atas segala kenikmatan dan limpahan nikmat. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kepada kita nikmat lisan… semoga kita menjadikannya sebagai saran untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya bukan untuk meraih dosa yang sebanyak-banyaknya.

Alhamdulillah, tanggapan yang saya tunggu-tunggu dari al-ustadz al-fadil akhirnya muncul juga. Hanya saja yang saya sedihkan adalah sang ustadz keluar dari pembahasan khilaf yang sedang kita bicarakan. Dalam membahas khilaf tentunya para ulama sering menyampaikan tentang “tahriir mahal an-nizaa`” (yaitu inti atau fokus permasalahan) agar pembicaraan kita tidak ngalor-ngidul dan ke sana ke sini.

Sebenarnya saya tidak berkeinginan untuk membahas permasalahan ini, -dan ini menyelisihi wasiat guru saya yang menyarankan saya untuk tidak membicarakan permasalahan ini- akan tetapi…dengan berat hati- saya berusaha untuk menjabarkan permasalahan dengan meminta pertolongan Allah yang Maha mengetahui segalanya.

Ada tiga hal yang menyebabkan saya sebenarnya enggan membahas permasalahan ini:

Pertama : Jika tuduhan ini hanya saja tertuju pada saya, maka perkaranya lebih ringan. Toh saya manusia biasa yang juga tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan dan juga memiliki banyak aib. Akan tetapi akhir-akhir ini tatkala saya sedang sibuk membantah ahlul bid’ah maka saya mendapati ternyata sebagian ahlul bid’ah menjadikan tuduhan “pendusta” kepada saya  sarana untuk mementahkan bantahan-bantahan saya terhadap mereka. Padahal mereka para ahlul bid’ah tersebut telah terbukti berdusta.

Kedua : Ternyata hal ini juga dijadikan dalil oleh sebagian ahlus sunnah untuk mencela radiorodja yang kebetulan diantara para pengisi materinya adalah saya.

Ketiga : Dan hal ini yang sangat berat bagi saya, yaitu dengan membantah tuduhan ini maka “terpaksa” saya membuka aib sebagian ustadz atau sebagian “syaikh” sang penuduh.

Akan tetapi apa boleh buat… semoga Allah memaafkan hambaNya yang penuh dosa dan kekurangan. Dan semoga Allah mengampuni niat saya –yang mungkin saja tatkala menulis tulisan ini ada perasaan untuk membalas dendam- sesungguhnya Allah maha mengetahui isi para hambaNya.

Akan tetapi sebelum kita masuk di topik pembahasan ada dua perkara yang perlu saya ingatkan kepada para pembaca yang budiman :

Pertama : Saya sangat mengharapkan para pembaca sekalian membaca serial tulisan saya, diantaranya :

–         https://www.firanda.com/index.php/artikel/manhaj/94-muwaazanah-suatu-yang-merupakan-keharusan-iya-dalam-menghukumi-seseorang-bukan-dalam-mentahdzir-, dan

–          https://www.firanda.com/index.php/artikel/manhaj/100-salah-kaprah-tentang-hajr-boikot-terhadap-ahlul-bidah-seri-5-contoh-nyata-khilaf-ijtahdiah-diantara-para-ulama-tentang-menghukumi-seseorang

: Jangan lupa inti permasalahan khilaf yaitu : Apakah yang menerima dana dari Yayasan IT maka otomatis menjadi sururi?, bahkan barangsiapa meskipun tidak mengambil dana lantas bermu’aamalah dengan orang yang mengambil dana maka apakah otomatis menjadi sururi?, karena justru jenis kedua inilah yang lebih banyak, karena yang mengambil dana hanya sekitar beberapa orang saja. Silahkan kembali membaca tulisan saya : https://www.firanda.com/index.php/artikel/manhaj/101-salah-kaprah-tentang-hajr-boikot-terhadap-ahlul-bidah-seri-6-tahdziir-dan-tabdii-berantai-ala-mlm-awas-sururi , inilah permasalahan inti.

Al-Ustadz hafizohullah berkata :

((Gelar “kadzdzab” (gemar berdusta) yang disematkan oleh salah seorang ulama besar di Madinah Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim Al-Bukhari Hafizhahullah kepada seorang pelajar di Madinah yang bernama Firanda Andirja memang merupakan gelar yang layak disandangnya. Mengapa tidak, Firanda seakan tiada henti menghembuskan fitnahnya dengan menyebarkan berbagai kedustaan dikalangan salafiyyin dengan menyebarkan berita-berita palsu yang kandungannya adalah upaya merendahkan kedudukan para ulama dan Da’i Ahlus sunnah ditengah umatnya….. Selamat berbahagia dengan gelar ini wahai Firanda dari salah seorang ulama besar Madinah Nabawiyyah)) demikan perkataan al-ustadz hafizhohullah (silahkan lihat http://www.salafybpp.com/categoryblog/97-dusta-firanda-ditengah-badai-fitnah-yang-sedang-melanda-bag1.html)

Bahkan sang ustadz juga menukil perkataan sang syaikh yang berkata tentang saya ((termasuk orang yang paling fajir diantara mereka (ahli fitnah). paling buruk dan pendusta sekarang ini adalah si jahat yang dikenal dengan nama Firanda yang berasal dari Indonesia. Si jahat dan pendusta besar ini berjalan di kota Madinah mendatangi sebagian para pelajar dan sebagian orang, dan membuat kisruh bahwa Syaikh Abdullah tidak menyisakan satupun, semuanya dikritik, dia mengkritisi si fulan, mengkritisi Syaikh al-Abbad dan anaknya dan saya tidak tahu siapa lagi, sebab ketika mereka datang kepadaku, dia bersama yang lain dari pengikutnya Ali Musri dan aku membicarakan mereka dan kebodohan mereka, si bodoh yang ngawur Ali Musri dan sikap dia pada tahun yang lalu. Dan aku mencela Firanda atas bukunya yang berbicara tentang Ihya At-Turats, Aku jelaskan kebobrokan Ihya At-Turats dan memaparkan kepada mereka siapa itu Ihya At-Turats. mereka berkata: Demi Allah wahai Syekh, kami benar-benar tidak tahu, jazakallah khaer engkau telah menjelaskannya. Maka saya berkata : nah, sekarang aku telah menjelaskan, apa yang akan kamu lakukan sekarang? Tentunya orang ini (maksudnya Firanda,pen) dia keluar dari kediamanku dalam keadaan dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan dan perbuat setelah menyebarkan kedustaan, kefajiran dan kejahatan ini. Bahkan teman-temannya yang ketika itu bersamanya, diantara mereka Nur Ihsan dan yang bersamanya, mereka berkata: wahai syaikh, kami tidak memahami ucapanmu ini dengan pemahaman itu, dan engkau telah mengetahui bahwa orang ini (maksud mereka Firanda,pen) jahat dan pendusta,fajir, bahkan kelewat batas dalam berdusta pula. Maka kita semoga Allah memberkatimu- setiap hari kami menghadapi fitnah, dan setiap hari kami menghadapi para pencari fitnah. Kalau sekiranya kita menyibukkan diri dengan mereka, kita tidak akan mendakwahi manusia, tidak mengajar lagi, ya akhi, tinggalkan mereka…))

Sebelum saya menanggapi pernyataan di atas maka saya ingin mengingatkan para pembaca untuk mengetahui bahwasanya majelis yang terjadi antara beliau sang syaikh dan kami (Firanda, Ustadz Abdullah Taslim MA, DR Arifin Badri, dan DR Muhammad Nur Ihsaan) terjadi di rumah beliau sang syaikh. Tentunya pembicaraan yang terjadi diantara kami tidak direkam, akan tetapi ada beberapa pernyataan yang sempat dilontarkan oleh sang syaikh yang hal ini disaksikan oleh para ustadz-ustadz tersebut. Diantaranya :

Pertama : Syaikh berkata : Ibnu Jibrin adalah Imaam Ad-Dholaalah (imam kesesatan)

Kedua : Syaikh Berkata : Syaikh Abdul Aziz As-Sadhaan bukanlah salafy, tidak bisa membedakan antara kurma dan bara api (padahal Syaikh Abdul Aziz As-Sadhan juga dinukil perkataannya oleh sang ustad dalam tulisannya di http://www.salafybpp.com/categoryblog/97-dusta-firanda-ditengah-badai-fitnah-yang-sedang-melanda-bag1.html)

Ketiga : Beliau berkata : Dimana Syaikh Abdul Muhsin tatkala Syaikh Robii’ membantah ahlul bdi’ah, Syaikh Robii’ mengeluarkan ruhnya untuk umat, adapun syaikh Abdul Muhsin Al-Abaad diam selama tujuh tahun dan tidak membantah sama sekali. Dan akhirnya syaikh Abdul Muhsin pun memberi pengantar kepada kitab Madaarikun Nadzor setelah tujuh tahun diam, itupun setelah buku itu diberi pengantar oleh Syaikh Albani !!!

Keempat
: Beliau juga berkata : Syaikh Abdul Muhsin Al-Abaad kok bisa menghukumi bahwa perseteruan yang terjadi antara syaikh Robii’ dan Abul Hasan Al-Ma’ribi hanyalah karena hawa nafsu. Bagaimana beliau bisa menghukumi demikian. Saya (yaitu beliau sang syaikh) pernah datang ke Syaikh Abdul Muhsin dan saya tanyakan kepada beliau : “Apakah anda sudah baca tulisannya syaikh Robii’?”, maka Syaikh Abdul Muhsin berkata :”Saya tidak baca”. Saya juga bertanya, “Apakah anda sudah membaca tulisan Abul Hasan Al-Ma’ribi?”, maka syaikh Abdul Muhsin berkata, “Tidak”.

Lantas bagaimana bisa Syaikh Abdul Muhsin menghukumi bahwasanya syaikh Robii’ dan Abul Hasan hanya mengikuti hawa nafsu??? (Demikian perakataan beliau sang syaikh)

Kelima : Beliau berkata : Syaikh Abdurrozzaq Al-Abbaad, siapa dia??, dia baru saja istiqomah. Dahulu main-main di jalan raya, sampai-sampai ayah saya menegurnya dan berkata “Wahai Abdurrozzaaq, ayahmu Abdul Muhsin Al-Abaad adalah seorang alim, merupakan suatu perkara yang aib jika engkau bermain-main di jalan)

Keenam : Beliau juga berkata : Syaikh Abdurrozzaq baru saja istiqomah kemudian jadi salafy lantas begitu cepat ia berbalik

Dan masih ada perkataan-perkataan beliau yang lain, yang mungkin kurang pantas untuk saya utarakan di sini.

Mungkin para pembaca yang budiman mengatakan saya berdusta akan hal ini. Memang sungguh sulit untuk menunjukkan bahwasanya saya jujur karena tidak ada bukti berupa rekaman. Akan tetapi silahkan para pembaca yang budiman untuk bertanya langsung kepada Ustadz DR Muhammad Arifin, Ustadz DR Muhammad Nur Ihsan, dan Ustadz Abdullah Taslim MA. Adapun ustadz Abdullah Taslim maka pernyataan beliau bisa di dengar di http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/04/12/download-audio-klarifikasi-oleh-ustadz-taslim-tentang-kejadian-yang-sebenarnya-antara-ustadz-firanda-dan-syaikh-abdullah-al-bukhari/

Seluruh pernyataan di atas masih diingat oleh Fadhilatus syaikh yang mengucapkannya kecuali pernyataan terakhir (pernyataan yang keenam) yang menyatakan bahwasanya Syaikh Abdurrozzaq jadi salafy lantas begitu cepat ia berbalik.

Dan beliau mengingkari pernah menyatakan demikian, hanya saja saya (yang telah diajar Syaikh Abdurrozzaq bertahun-tahun, dimana beliau mengajar saya di jenjang S1, S2 dan sekarang juga di S3) tentunya tidak akan lupa pernyataan ini. Dan hal ini juga diingat oleh ustadz Abdullah Taslim MA. Akan tetapi perkaranya repot karena memang bukti kongkritnya tidak ada.

Adapun enam pernyataan Syaikh diatas maka saya hanya bisa berkata laa haulaa wa laa quwaata illaa billah. Syaikh Ibnu Jibrin adalah Imaam Ad-Dolaalah…., meskipun kita tidak setuju dengan beberapa fatwa syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah akan tetapi beliau tetaplah seorang ulama… bahkan ulama besar…

Adapun pernyataan beliau tentang syaikh Abdul Aziz As-Sadhaan, maka beliau adalah salafy, murid syaikh Bin Baaz (dan saya rasa sang ustadz al-faadhil juga mengakui bahwasanya beliau adalah salafy, oleh karenaya sang ustadz hafidzohullah juga menukil perkataannya untuk membantah saya)

Adapun pernyataan tentang syaikh Abdul Muhsin Al-Abbaad, maka menurut pandangan saya yang lemah ini, ini merupakan bentuk perendahan kepada ulama besar sekelas Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbaad.

Adapun pernyataan beliau tentang Syaikh Abdurrozzaaq maka saya berkata :

–         Syaikh Abdurrozzaq memang dulu terkenal nakal (dan saya mohon maaf kalau memang ini merupakan aib syaikh Abdurrozzaq) sebagaimana yang saya dengar dari beberapa sumber. Akan tetapi kalau menurut pandangan saya justru ini merupakan kemuliaan syaikh yang telah meninggalkan kenakalannya lantas kemudian menjadi seorang alim yang memberi faedah kepada umat baik di Saudi maupun di Indonesia

–         Syaikh sudah sejak 15 tahun yang lalu telah meraih gelar Profesor. Adapun beliau sang syaikh baru saja mengambil gelar doktor beberapa tahun yang lalu

–         Apakah pantas kita menyebut-nyebut kesalahan orang di masa lalu??, bukankah Umar bin Al-Khottoob dahulu sangat membenci dan memusuhi Nabi??, bukankah banyak para sahabat yang demikian?, bukankah Al-Fudhail Bin ‘Iyaadn dahulu adalah gembong para perampok???

–         Hendaknya justru kita menutup aib saudara kita, apalagi aib yang sudah ditinggalkannya….!!!

–         Bukankah dakwah Syaikh Abdurrozzak sangat masyhuur di Saudi?, beliau pengajar di Masjid nabawi, beliau mengisi pengajian di Radio Al-Qur’an Saudi, beliau juga mengisi pengajian di sebagian stasiun TV di Saudi

Dan pernyataan beliau sang syaikh yang terakhir : Bahwasanya Syaikh Abdurrozzaq menjadi salafy kemudian begitu cepat berbalik, maka tidak akan saya tanggapi karena sungguh jelek perkataan ini dan beliau sang syaikh lupa pernah mengucapkan hal ini.

Mungkin para pembaca masih menuduh saya berdusta… , apa yang harus saya katakan… karena tidak ada bukti yang jelas, pernyataan-pernyataan tersebut tidak terekam.

Akan tetapi Sang ustadz telah menampilkan suara syaikh menyatakan bawhasanya saya adalah pendusta (sebagaimana pula mengatakan bahwasanya DR Ali Misri sebagai seroang yang safiih yaitu dungu), padahal….

Dalam kaset tersebut juga ternyata beliau sang syaikh juga mencela Syaikh Muqbil rahimahullah, bahkan juga meragukan kesalafian orang-orang yang belajar di syaikh Muqbil rahimahullah.

Berikut pernyataan beliau tentang syaikh Muqbil rahimahullah:

ما كل من جاءنا كان من دماج على أنه سني كل نظن الناس هكذا أفكارها متأثرة بشيخها أنهم خوارج في هذا الفكر في ذلك العهد نحن ما أحسنا الظن بكل من جاء ولاأسأنا الظن بكل من جاء نتوقف في أمره ما ندري أيش يكون.”

“Tidak semua orang yang datang kepada kami dari Dammaaj berarti ia adalah seorang sunni, semuanya –kami menyangka semua orang demikian-, pemikiran mereka terpengaruh dengan pemikiran guru mereka, mereka adalah khowarij dalam pemikiran ini tatkala itu. Kami tidak berbaik sangka kepada setiap orang yang datang kepada kami, dan kami juga tidak berburuk sangka kepada siapa saja yang datang. Kami tawaqquf (berhenti dulu-pen) tentang statusnya hingga kami tahu apa yang terjadi”

Bahkan celaan di atas bukan hanya mengenai syaikh Muqbil rahimahullah, bahkan mengenai murid-murid beliau yang belajar di Dammaj di masa Syaikh Muqbil apalagi setelah wafatnya syaikh??

Para pembaca bisa meminta kaset pernyataan ini dari al-ustadz hafidzohullah, karena dalam kaset yang sama juga terdapat pernyataan syaikh bahwasanya Firanda Pendusta. Dan banyak syaikh dari Yaman yang telah membantah pernyataan ini.

Oleh karenanya saya berkata :

–         Jika saya dikatakan oleh syaikh ((orang yang paling fajir diantara mereka (ahli fitnah). paling buruk dan pendusta sekarang ini adalah si jahat yang dikenal dengan nama Firanda yang berasal dari Indonesia)) maka hal itu ringan daripada saya dituduh khawarij.

–         Akan tetapi sudah banyak ulama yang dicela oleh syaikh ini, diantaranya Syaikh Ibnu Jibrin yang dikatakan sebagai Imam kesesatan, Syaikh Muqbil yang dituduh berpemikiran khawarij. Tentunya gelar pendusta masih lebih ringan dari pada imam kesesatan dan berpemikiran khawarij. Bahkan bukan hanya syaikh Muqbil yang dicela, murid-muridnya juga dicela

Mengenai pernyataan sang ustadz hafizhohullah ((Gelar “kadzdzab” (gemar berdusta) yang disematkan oleh salah seorang ulama besar di Madinah Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim Al-Bukhari Hafizhahullah kepada seorang pelajar di Madinah yang bernama Firanda Andirja memang merupakan gelar yang layak disandangnya. Mengapa tidak, Firanda seakan tiada henti menghembuskan fitnahnya dengan menyebarkan berbagai kedustaan dikalangan salafiyyin dengan menyebarkan berita-berita palsu yang kandungannya adalah upaya merendahkan kedudukan para ulama dan Da’i Ahlus sunnah ditengah umatnya….. Selamat berbahagia dengan gelar ini wahai Firanda dari salah seorang ulama besar Madinah Nabawiyyah))

Maka pada pernyataan di atas ada beberapa hal yang ingin saya tanggapi –semoga Allah mengampuni dosa-dosa saya- :

Pertama : Pernyataan sang ustadz bahwasanya Syaikh tersebut adalah seorang ulama besar di kota Madinah, hal ini menggambarkan kepada para pembaca bahwasanya firanda telah dituduh pendusta oleh ulama besar kota Madinah.

Tentunya semua orang yang pernah belajar di Madinah mengetahui bahwasanya ini merupakan perkataan yang tidak benar. Karena syaikh tersebut masih sangat muda dan baru saja beberapa tahun yang lalu mengambil gelar Doktor (bahkan saya ikut hadir dalam persidangan peraihan gelar tersebut). Beliau ma’ruuf dengan dakwah kepada sunnah, akan tetapi beliau belum sampai tingkatan ulama, apalagi ulama besar. Oleh karenanya tidak seorangpun syaikh yang menyatakan beliau sebagai ulama…, apalagi ulama besar…??. Oleh kareananya hendaknya kita menyebutkan kondisi seseorang yang sebagaimana mestinya. Karena tatkala sang ustadz menuliskan bahwa syaikh tersebut merupakan ulama besar.. maka tentunya akan semakin menguatkan tuduhan pendusta kepada Firanda…. Baarokallahu fiiikum yaa ustaadz. Saya juga memiliki teman-teman yang juga para dosen di Universitas Islam Madinah sebagaimana sang syaikh, akan tetapi mereka seluruhnya bukanlah para ulama.

Kedua : Tersebar diantara para penuntut ilmu bahwasanya syaikh menyatakan Firanda sebagai pendusta karena Firanda sudah berjanji untuk menarik kembali buku “Lerai Pertikaian” akan tetapi ternyata Firanda tidak pantas melakukannya, sehingga syaikh tersebut menggelari Firanda dengan : “Kadzzaab, Dajaaal, Khobiits” (Si tukang dusta, si Dajjaal, dan Khobiits). Gelaran yang ringan di lisan akan tetapi tentunya sangat berat di sisi Allah.

Pernyataan ini apakah benar dari Syaikh ataukah hanya karangan sang ustadz?, jika dari syaikh maka saya katakan bahwasanya saya sama sekali tidak pernah menyebutkan buku “lerai pertikaian’ di hadapan syaikh, apalagi sampai berjanji untuk menarik kembali. (Silahkan Tanya kepada Ustadz Arifin Badri, Muhammad Nur Ihsan, dan Abdullah Taslim yang juga ikut hadir dalam majelis tersebut))

Ketiga : Saya tidak pernah menyebarkan pernyataan-pernyataan syaikh yang mencela ulama di Indonesia, baik dalam tulisan maupun maupun ceramah. Justru yang menyebarkan di Indonesia syaikh sendiri, dan juga sang ustadz hafizohullah.

Keempat : Gelar Dajjaal, Fajir, Dungu, dan Kadzzaab yang dilontarkan syaikh, saya rasa terlalu berat… apa tidak ada lafal lain yang lebih ringan.

Kadzzaab (gemar berdusta….), sungguh Allah akan mencatat pernyataan ini. Silahkan bertanya kepada seluruh sahabat-sahabat saya baik orang arab maupun orang Indonesia, apakah saya gemar berdusta ???!!!

Kelima :  Bukankah sang ustadz juga pernah dicap “Kadzzaab” oleh ustadz yang terkenal juga??!! Yang merupakan teman seperjuangan belajar di Yaman??. Alhamdulillah kalau teman-teman belajar saya di Madinah tidak ada yang mengecap saya sebagai Kadzdzaab.

Keenam : Hendaknya kita menerapkan kaidah al-jarh wa at-Ta’diil

Bukankah jika sang ustadz hendak menilai Firanda pendusta atau bukan ia hendaknya menerapkan kaidah al-Jarh wa at-Ta’diill, kenapa ia tidak bertanya kepada syaikh-syaikh yang mengenal saya sejak lama. Silahkan Tanya kepada ulama besar Madinah Syaikh Abdul Muhsin Al-Abaad apakah ia mengenal saya???, silahkan Tanya syaikh Abdurrozzaaq apakah ia mengenal saya??, silahkan Tanya Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili yang mengajar saya di S1 dan S3 apakah ia mengenal saya??!!, mereka bertiga adalah pengajar resmi di Mesjid Nabawi dan dikenal oleh masyarakat kota Madinah.

Bukankah Imam Malik pernah ditanya tentang Muhammad bin Ishaaq? Maka iapun berkata ia adalah “Dajjaal”. Maka apakah para ulama mengambil mentah-mentah perkataan Imam Malik? Kenapa? Karena pernyataan tersebut akibat perseteruan yang terjadi antara mereka berdua. Oleh karenanya jika terjadi perselisihan antara saya dan sang ustadz maka bukan sebagai alasan dengan mudahnya kita mengatakan kepada orang yang menyelisihi sang ustadz sebagai dajaal dan gemar pendusta.

Keenam : Tentunya aib saya masih terlalu banyak, jika sang ustadz ingin mencari-cari aib saya maka akan banyak yang ia dapatkan. Semoga Allah menutup aibku. Akan tetapi saya ingatkan kepada sang ustadz tentang sebuah sabda Nabi

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلم يَدْخُل الإيمَانُ قَلْبَهُ ! لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ بَيْتِهِ

“Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya akan tetapi iman belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum muslimin, dan janganlah pula mencai-cari aib mereka, sesungguhnya barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim maka Allah akan mencari-cari kesalahannya, dan barangsiapa yang Allah mencari-cari kesalahannya maka Allah akan mempermalukannya meskipun ia berada di dalam rumahnya”

Penutup :

Pertama
: Setelah tulisan ini maka saya –insyaa Allah- tidak akan lagi menggubris tuduhan-tuduhan yang ditempelkan kepada saya. Jika bantahan yang disampaikan sang ustadz kepada saya adalah bantahan ilimiyah maka saya akan ladeni, adapun jika hanya mengenai tuduhan-tuduhan yang berkaitan dengan perangai dan pribadi saya maka saya tidak akan menanggapi lagi. Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua

Kedua :Saya ingatkan kepada siapa saja dari kalangan Ahlus Sunnah yang hendak menuduh seorang ustadz salafy, hendaknya ia memikirkan hal berikut ini :

–         Sudahkah ia bertabayyun kepada sang ustadz?, bukankah Nabi menganjurkan untuk mendengar dari dua belah pihak yang bertikai?

–         Sudahkah ia siap berdilaog dengan ustadz yang ia tuduh tersebut di persidangan Allah pada hari kiamat kelak?

–         Sudahkah ia mempersiapkan jawaban jika Allah memintanya untuk mendatangkan bukti atas apa yang ia ucapkan dan tuduhkan.

Jika ia siap dengan tiga perkara ini maka silahkan  untuk berghibah riya dan mengumbar aib saudaranya.

Ketiga : Permasalahan khilaf yang terjadi antara saya dan sang ustadz mungkin sulit menemukan titik temu. Oleh karenanya saya mengajak sang ustadz untuk berdialog terbuka jika memang sang ustadz bersedia… , bukan dalam rangka untuk mengunjuk gigi, akan tetapi dalam rangka mencari kebenaran. Bisa jadi saya yang salah sehingga saya akan ruju’ dan bisa jadi sebaliknya, justru sang ustadz yang keliru.

Atau jika sang ustadz kurang berkenan, maka bagaimana kalau kita angkat permasalahan ini kepada para kibar ulama. Tentunya kalau saya katakana kepada sang ustadz, “Bagaimana kalau diangkat ke syaikh Abdul Muhsin yang merupakan guru Syaikh Robii’?”, tentunya sang ustadz tidak bersedia. Oleh karenanya saya punya usul bagaimana kalau permasalahan ini kita angkat ke Syaikh Soleh Al-Fauzaan, dan saya serahkan bentuk pertanyaannya kepada sang ustadz. Dan saya siap mengantarkan beliau bertemu dengan syaikh Sholeh Al-Fauzaan. Hafizohullah ta’aala. Dan jika sang ustadz kurang berkenan maka kita angkat permasalahan ini kepada yang lebih tinggi lagi yaitu Al-Lajnah Al-Daaimah, agar permasalahan yang telah lama meresahkan kita ini –sehingga terlalu banyak timbul tuduhan, celaan, gelaran, pembid’ahan, penyesatan, dll- diputuskan oleh mereka para ulama kibar. Bagaimana pendapat antum wahai ustadz?? Baarokallahu fiikum.

Keempat :  Ingatlah wahai para pembaca yang budiman, para saudaraku sesama ahlu sunnah, bukan berarti tatkala saya menuliskan tanggapan saya ini berarti mengharuskan membenci sang ustadz. Dan inilah yang saya ingin ingatkan kepada para seluruh Ahlus Sunnah, tentang penerapan al-walaa wal baroo yang berkaitan dengan hati. Para ulama telah menjelaskan bahwasanya kita tidak boleh berbaroo’ secara mutlak dan total 100 persen kecuali kepada orang kafir. Adapun seorang muslim yang terjerumus dalam kemaksiatan atau dalam bid’ah maka kita wajib membencinya sesuai kadar penyimpangan dan kesalahannya, namun wajib bagi kita mencintainya sesuai kadar ketaatan dan sunnah yang dilakukannya. Inilah amalan hati yang sulit untuk dilakukan. Bisa jadi kita berbaroo’ dan menghajr seseorang karena bid’ah yang ia lakukan akan tetapi orang yang dihajrnya tersebut merupakan orang yang kita cintai. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang menhajr Ka’b bin Malik karena tidak ikut serta perang Tabuuk, secara dzhohir mereka menghajr Ka’ab, akan tetapi hati Nabi dan para sahabat sangatlah mencintai Ka’ab bin Malik. Inilah hal yang harus kita latih dalam hati kita, jika ada saudara kita –apalagi sesama salafy- yang menyelisihi kita maka apakah otomatis kita membencinya…?? Padahal kita tahu saudara kita itu di atas sunnah dan mendakwahkan tauhid dan sunnah, memberantas syirik dan bid’ah??. Semoga Allah mensucikan hati kita dan menjauhkan kita dari hasad dan dengki   aaamiiin.

Oleh karenanya saya katakan bahwasanya sang ustadz yang akan saya tanggapi ini adalah seorang dai yang ma’ruf dalam berdakwah semoga Allah senantiasa membimbingnya dalam menyebarkan sunnah dan memberantas bid’ah. Baarokallahu fiikum wa hafizokumullah.

Madinah, 07 04 1432 H / 12 03 2011 M

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja

www.firanda.com

 

Logo

Artikel asli: https://firanda.com/311-tanggapan-terhadap-tulisan-seorang-ustadz-hafizohullah.html